Kamis, 19 Januari 2012

MEMAKNAI LUBDAKA DALAM AJARAN SIWARATRI KALPA




Ibu Dra. Ni Made Sriarwati dari Departemen Agama Provinsi Bali, memberikan pembinaan Rohani kepada lebih kurang 700 Orang anggota Kodam IX/ Udayana segarnizun Denpasar, bertempat di Pura Praja Raksaka Kepaon Denpasar Bali. Selasa (17/01).

Ibu Sriarwati yang banyak menyusun Buku- buku tentang Upakara Yadnya dan Gegitaan itu, dalam Dharmawacananya, dengan judul "Memaknai Lubdaka dalam Ajaran Siwaratri Kalpa"mengatakan, Lubdaka semasa hidupnya di dunia ini adalah banyak berbuat dosa, karena dia adalah seorang pemburu binatang berarti dia seorang pembunuh, dalam ajaran Agama Hindu perbuatan ini adalah dosa, dan apabila tidak dilebur dengan penebusan dosa yaitu dengan cara berbuat baik, yang bersangkutan akan jatuh ke neraka, namun Lubdaka berhasil menetralisir dosa- dosanya, dengan cara tidak disadarinya di malam bermeditasinya Bhtara Ciwa (Ciwa Ratri) dihadapan Bhtara Ciwa, Lubdaka melaksanakan Bhrata Ciwa Ratri yang uttama dan sempurna (Jagra, Mona Bhrata, dan Upawasa). Jagra (tidak tidur), Lubdaka tidak tidur semalam suntuk, karena seharian berburu tidak dapat binatang buruan sehingga sampai malam tidur diatas pohon Bila, sambil memetik- metik daunnya dan dijatuhkan kedalam kolam dibawah pohon tersebut, yang kebetulan mengenai lingga yang ada di kolam tersebut dan Bhtara Siwa sebagai perwujudan Lingga tersebut yang sedang bermeditasi menerima persembahan itu, sehingga dianggap sebagai seorang Bhakta yang sangat uttama, sehingga Bhtara Siwa akan melindunginya baik di Dunia maupun diakhirat. Mona Bhrata (tidak berbicara), diatas pohon Bila pada malam Siwa (Siwa Ratri), Lubdaka tidak berbicara sepatah kata pun, Sehingga Lubdaka dianggap ikut melaksanakan kegiatan Bhtara Siwa, karena apabila kita mencontoh dan melaksanakan kegiatan Tuhan, berarti kita sudah melaksanakan perintah Tuhan dan dianggap sebagai seorang Bhakta yang sangat setia, dan balasannya pasti Tuhan menyelamatkan Bhaktanya tersebut. Upawasa (tidak makan dan minum), Lubdaka dalam keseharian berpuasa, karena berpuasa ini adalah memutuskan ikatan duniawi untuk menuju dunia rohani (Brahma Jyotir), dengan tidak makan dan minum Tuhan dalam Manifestasi Bhtara Siwa menganggap sangat dekat dengan Nya.

Dengan perbuatan peleburan dosa Lubdaka yang dilakukan dengan tidak sengaja itu, setelah meninggal, Roh /Atma Lubdaka melalui pengadilan kedewataan, karena dosa- dosanya mestinya di jebloskan ke Neraka, tetapi Tuhan yang dimanifestasikan menjadi Bhtara Siwa itu membebaskan dosa- dosa Lubdaka, karena di malam Siwa (Siwa Ratri), melaksanakan Bhrata Siwa Ratri yang Uttama dan sempurna.

Bila Kita simak narasi diatas, di Dunia ini saat ini banyak manusia- manusia yang pendosa dan sangat sedikit bahkan tidak melaksanakan peleburan dosa baik dengan cara sengaja maupun tidak sengaja. jadi disini banyak Lubdak- Lubdaka yang pada akhirnya dijebloskan di Neraka. Karena itu sadarlah bahwa perbuatan dosa ada yang menyaksikan yaitu saksi Bathin (Rohani), dan saksi Lahir (Dunia), saksi dunia bisa diatur dan bisa dimainkan dengan materi, sedangkan saksi Bathin hanya diri- sendiri dan Tuhan yang tahu. Bila kita sadar akan dosa- dosa yang pernah diperbuat tidak mengulanginya lagi selalu berbuat baik melaksanakan ajaran Tri Kaya Parisuddha, di jaman kali ini laksanakan korban suci berdana punya bantu yang memerlukan sesuai kemampuan dengan jujur hening dan iklas sebut nama Tuhan berkali- kali yang mempunyai Sehasra (Ribuan) nama laksanakan Siwa Ratri dengan benar, Tuhan Bhtara Siwa senantiasa pasti membebaskan dari ikatan dosa, dengan demikian pintu Sorga akan terbuka lebar... Ksamaswamam...Om Santih...Santih...Santih Om.