Kamis, 31 Maret 2011

DHARMASANTI HARI RAYA NYEPI TAHUN BARU CAKA 1933/ 2011 M KODAM IX/ UDAYANA






Anggota Kodam IX/ Udayana yang ber Agama Hindu Se- Garnizun Denpasar berjumlah kira- kira 850 Orang, melaksanakan Dharmasanti Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1933/ 2011 M, bertempat di Pura Agung Jagadnatha Denpasar Bali, di pimpin oleh Ka Bintaldam IX/ Udayana. Pada kesempatan tersebut diisi Dharmawacana oleh Bapak Drs. I Ketut Wiana, M. Ag, mengambil topik mengenai Tahun Caka Kaitannya dengan Nyepi. Rabu (30/3).
Mangawali Dharmawacananya, Bapak Ketut Wiana menyatakan, mengapa Tahun Caka begitu penting bagi umat Hindu ?. Pada zaman dahulu di tempat asalnya agama Hindu di India dikawasan Pegunungan Himalaya disana ada lima suku yang saling ingin berkuasa sehingga setiap saat terjadi peperangan untuk menguasai yang lainnya, hidup masing- masing orang selalalu dihantui dengan ketakutan (peperangan dan ketegangan- ketegangan ini berlangsung selama 750 tahun lamanya), dan diantara suku- suku itu ada suku yang hidupnya tidak gampang berbuat kekerasan, tidak mau menang sendiri dan selalu menghormati dan menghargai yang lainnya suku yang dimaksud adalah suku Caka. Suatu saat yang berkuasa adalah Suku Yuehchi (suku cina) dari dinasti Kaniska, Raja ini mulai berpikir kebaikan, untuk memerintah Negara yang begitu luas dan terdiri dari berbagai suku tersebut, sudah tentu tidak bisa dilaksanakan dengan kekerasan atau diktator karena hal ini akan menimbulkan kebencian dimana- mana. Raja Kaniska mulai belajar dari suku Caka yang kepribadiannya terkenal sangat cinta kasih itu mulailah terjadi perkawinan antar suku, kehidupan Masyarakat menjadi damai saling menyapa, saling membantu, saling menghargai dan lain- lain. Akhirnya Raja Kaniska mengadakan konfrensi ke Negaraan dan Tahun Caka dijadikan tahun resmi ke Negaraan, Tahun 1 Caka dimulai Tahun 78 m. yang merupakan puncak timbulnya rasa toleransi, bebas dari peperangan, bebas dari permusuhan,bebas dari kebencian, serta semuanya lebur menjadi cinta kasih. Inilah alasannya mengapa Tahun Caka Dipergunakan oleh Umat Hindu di muka Bhumi ini, dan di Indonesia dirayakan sebagai hari Nyepi, yang sebelumnya dilaksanakan Penyucian Bhuwana Alit maupun Bhuwana Agung seperti Mekiyis (melis) Ke Laut Atau ke Sumber Air, guna mencapai kesucian dan mendapatkan Air Kehidupan Atau Amerta, dan pada puncaknya melaksanakan Catur Bherata Penyepian. Selanjutnya Bapak Ketut Wiana mengatakan, untuk mengatasi hidup dan kehidupan ini kita harus mampu mengendalikan pikiran, karena kalau kita ditundukkan oleh pikiran, hidup kita tidak akan pernah terpuaskan, hidup akan menjadi tegang,resah, marah, bahkan benci. Sekarang bagaimana pikiran itu supaya tenang, karena didalam hidup dan kehidupan ada orang yang luar biasa suksesnya dan ada yang gagal/ miskin sama sekali, disamping itu pikiran akan sangat mempengaruhi perkataan dan tindakan kita, bahkan akan mempengaruhi badan kita, bisa gelisah/ stress atau sakit. Untuk mencapai tujuan hidup baik di dunia ini maupun akhirat, harus diciptakan keseimbangan, untuk mencapai keseimbangan harus ada keserasihan hubungan antar manusia dengan penciptanya, antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan lingkungannya, sehingga timbul saling menghormati tanpa memandang asal- usul (toleransi), inilah sebabnya pelaksanaan perayaan Nyepi mengandung unsur- unsur penyucian, dan pengendalian Suksma Sarira dan Sthula Sarira (Mekiyis, tawur, dan Catur Bherata Penyepian). Apalagi sekarang dengan adanya global warning, dunia semakin kotor polusi dimana- mana, adanya pergeseran musim, hutan semakin gundul, di Bali hutannya hanya tinggal 22 persen dari luas Pulau Bali, Adanya warisan berupa Bhisama untuk mengajegkan Bali dianggap memberatkan rakyat, itu adalah tidak benar. Dari hasil penelitian WHO, sekarang Orang Bali yang ada di Bali hanya 5 persen yang makan sayur yang lainnya makan daging , dan dari 10 juta binatang yang disembelih menghasilkan 3,1 juta ton gas methana, gas ini sangat mengotori dunia dan mempengarui otak dan badan kita sehingga timbul banyak penyakit yang aneh- aneh, umur manusia menjadi lebih pendek dibandingkan dengan zaman duhulu sebelum volusi seperti sekarang ini, kita sebenarnya terlalu terikat dengan badan ini dan terlalu memanjakannya, serta pikiran tidak pernah merasa puas, sehingga walaupun mempunyai kekayaan material untuk tujuh turunan tidak akan pernah puas dan tidak pernah bahagia, sekali lagi itu terjadi karena kemelekatan serta keterikatan pikiran terhadap benda- benda itu. Untuk itu lepaskan keterikatan dan kemelekatan, arahkan untuk menuju kepada kebahagiaan yang sejati, berbuat baik, menyembah Tuhan menjadi seorang Bhakta yang sejati, dengan demikian kita akan terhindar dari keterikatan yang tidak mendasar, karena keterikatan itu sesungguhnya adalah penderitaan, dan ketidak terikatan adalah kebahagiaan.
Seteh Dharmawacana dilanjutkan dengan persembahyangan, nunas Tirtha, Paramasanti, dan diakhiri dengan Dharmasanti ( saling memaafkan). Suksma...

Om Santih...Santih...Santih Om

Senin, 28 Maret 2011

PIODALAN DI PURA AGUNG UDAYANA MAKODAM IX/ UDAYANA, PADA PURNAMA KEDASA 2011.










Para anggota/ personil Makodam IX/ Udayana dan keluarganya, kira- kira berjumlah 700 Orang, bertepatan dengan Purnama Kedasa 2011, melaksanakan Piodalan Pura Agung Udayana di Makodam IX/ Udayana, di puput Oleh Ida Pedanda Kekeran Pemaron, dari Munggu Badung. Pada Piodalan tersebut disampaikan pula Dharmawacana oleh Ka Bintaldam IX/ Udayana Bapak Drs. I Dewa Ketut Budiana, M. Phil. H, dengan judul "Meningkatkan Moralitas di Zaman Kaliyuga". Senin (28/ 3).

Piodalan diawali ngarga Air suci (Tirtha) pembersihan ataupun pengelukatan dan lain- lain oleh Ida Pedanda , selanjutnya semua Upakara dibersihkan atau disucikan, Tuhan yang dimanifestasikan sebagai Sanghyang Tiga Guru Wisesa dan Sanhyang Tryodasa Saksi dimohonkan hadir sebagai saksi dan memberikan wara nugerahanya, yang sebelumnya dihaturkan Pecaruan berupa Panca Sata, setelah bersih dari segala unsur- unsur negatif dan menjadi suci, semua roh- roh suci, Dewa- dewi, Bhatara- bhatari sampai dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), dipendak diharapkan Turun datang berstana Sesuai tempat yang tersedia di Pura yang suci itu, selanjutnya akan menerima persembahan bhakti dari para bhaktanya diwujudkan dengan berbagai upakara, setelah dihaturkan pesucian, pangereresikan, dihaturkanlah jenis- jenis upakara seperti bebangkit, ajuman, bayuan, dan lain-lain sesuai dengan fungsi upakara- upakara tersebut, Selanjutnya dipersembahkan tari Wali berupa topeng Siddha Karya. Pada piodalan tersebut dilaksanakan juga "Pawintenan Saraswati" kepada 20 Orang Kerama Makodam IX/ Udayana dan keluarganya.

Rangkaian Upacara Piodalan Pura Agung Udayana selanjutnya adalah Persembahyangan dan Dharmawacana, Ka Bintaldam IX/ Udayana Bapak Letkol Caj Drs. I Dewa Ketut Budiana, M.Phil. H yang juga pernah menjabat sebagai Ketua DPRD di Salah satu Tingkat Kabupaten di Kalimantan, dengan Dharmawacananya berjudul "Meningkatkan Moralitas di Zaman Kaliyuga", mengatakan kita sekarang berada di dalam zaman Kaliyuga, adalah suatu zaman yang terjadi serba terbalik bila dbandingkan dengan zaman Kerta yuga, zaman sekarang hampir semua urusan dihitung dengan materi dan serba instan, anak- anak sudah biasa menentang nasehat Orang Tua, banyak terjerumus kelembah hitam, seperti mabuk- mabukan, kasus narkoba, kasus kriminal dan perbuatan menyesatkan lainnya. Kepercayaan kepada Tuhan atau keimanan tidak ditindak lanjuti dengan tindakan nyata dalam kehidupan sehari- hari, karena dalam perdebatan ilmu perpolitikan dan keimanan sangat luar biasa hebatnya, sehingga di zaman kali ini banyak orang- orang tenggelam didalam kemunafikan, dalam kitab- kitab Weda Seperti Brahmaanda Purana, Wisnu Purana, Parasara Dharmasastra dan lain- lain, hanya 25 persen dari Orang- orang di muka Bhumi ini yang keimanannya masih baik artinya pikiran, kata- kata, dan tindakannya sesuai dengan perintah Tuhan, untuk itu mari kita tanyakan kepada diri kita masing- masing apakah kita termasuk golongan 25 persen (ber iman baik) atau tidak. Karena itu marilah kita tingkatkan moralitas kita ini, Pada zaman kali ini sesuai petunjuk sastra Hindu (Weda) kita harus banyak menyebutkan nama Tuhan, untuk itu kita harus rajin sembahyang baik di Rumah seperti Kamar suci, merajan, di Pura- Pura, dan tempat Suci dimanapun berada, minimal laksanan Tri Sandhya Pagi hari, siang hari, dan malam hari (sandhya kala) dan laksanakan Dana Punya Setiap saat misalnya Purnama, Tilem, Piodalan, hari- hari Suci, dan saat- saat persembahyangan sesuai dengan kemampuan masing- masing dengan hati yang tulus iklas. selanjutnya kita harus yakin dan melaksanakan Hukum Karma Phala dan ajaran Tata Susila Hindu untuk menuju kesucian Jagadhita dan Moksa.

Piodalan Pura Agung Udayana Makodam IX/ Udayana Selesai, diakhiri dengan ngelebar dan Parama santih. Om Santih...Santih...Santih Om.